Larangan Mencerca Demam

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwasanya Rasulullah mengunjungi Ummu as-Saa’ib atau Ummu al-Musayyab, lalu beliau bertanya, 
“Mengapa Anda gemetar wahai Ummu as-Saa’ib atau Ummu al-Musayyab?” 
Ia menjawab, “Aku terserang demam, semoga Allah tidak memberkati penyakit ini.” 
Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu mencerca demam, sebab demam itu dapat mengahapus dosa anak Adam sebagaimana api menghilangkan kotoran besi,” 
(HR Muslim [2575]).
Kandungan Bab:
  1. Larangan mencela demam, sebab demam dapat mengapus dosa anak Adam. Dalam hadits shahih dari Utsman, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Demam merupakan penyelamat seorang mukmin dari api neraka pada hari kiamat.”
    Dalam hadits shahih dari Abu Umamah, “Demam adalah hembusan neraka jahannam. Mukmin mana saja yang terkena demam maka akan menyelamatkan ia dari neraka.”
    Ibnu Qayyim berkatra dalam kitab Zaadul Ma’ad (IV/30), “Disaat demam menyerang maka secara alami muncul protektor tubuh dari zat makanan beracun dan menyerap zat makanan yang bermanfaat. Itu semua berguna untuk membantu membersihkan tubuh dari berbagai ampas dan zat-zat yang kotor serta membuang zat racun dari dalam tubuh. Proses ini sama seperti proses pembakaran besi untuk membuang kotoran-kotorannya dan membersihkan elemen-elemennya. Penyakit demam persis seperti api pandai besi yang membersihkan elemen besi dan tentunya perkara ini adalah suatu hal yang sudah dimaklumi di kalangan medis.”
    Adapun membersihkan hati dari berbagai kotoran dan sifat jelek, maka bidang ini diketahui oleh para dokter hati dan mereka telah menemukan seperti apa yang telah dinyatakan nabi mereka Rasulullah saw. Hanya saja apabila penyakit hati itu sudah kronis dan sulit disembuhkan maka cara terapi seperti ini tidak ada manfaatnya.
    Demam bermanfaat untuk tubuh dan hati. Dengan adanya manfaat seperti ini berarti mencelanya termasuk perbuatan dzalim. Ketika aku sedang sakit demam, pernah disebutkan kepadaku ucapakan sebagian penyair yang mencela demam:
    “Telah berkunjung si penghapus dosa, disambut dengan ucapan, “celaka bagi yang datang dan berkunjung.” Penghapus dosa berkata, “Sekarang aku akan pergi dan apa yang kamu kehendaki?” Aku berkata, “Jangan engkau kembali”.”
    Saya katakan, “Celakalah atasnya, sebab ia telah mencela sesuatu yang Rasulullah saw. melarang mencelanya. Seandainya ia mengatakan, “Telah berkunjung si penghapus dosa, selamat datang bagi yang berkunjung dan datang. Penghapus dosa berkata, “Sekarang aku akan pergi dan apa yang kamu kehendaki?” Aku katakan, “Janganlah pergi.”
    Tentunya lebih baik baginya dan niscaya penyakit akan cepat pergi darinya. Dan ternyata penyakit demam itu segera pergi dariku.” 
  2. Dianjurkan meletakkan air dingin di wajah dan bagian ujung anggota badannya, sebagai terapi penderita demam sekaligus realisasi ajaran agama, sebagaimana yang tercantum dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Demam adalah hembusan angin neraka, maka dinginkanlah dengan air.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/212-214.
Image result for kompres

Related Posts:

Larangan Keras Tidak Berbusana

Diriwayatkan dari al-Miswar bin Makhramah berkata, “Aku sedang membawa batu sementara aku memakai sarung yang agak kendur. Tiba-tiba sarungku terlepas sementara batu masih berada di tanganku dan aku tidak sanggup meletakkan hingga sampai ke tempatnya. Lantas Rasulullah bersabda, ‘Kembalilah dan ambil sarungmu dan jangan berjalan sambil berjalan’,” (HR Muslim [341]).
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat lelaki lain dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain. Janganlah seorang laki-laki bersama laki-laki lain dalam sehelai kain dan jangan pula seorang wanita bersama wanita lain dalam sehelai kain,” (HR Muslim [334]).
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Jarhad, ia berkata, “Jahad adalah salah seorang dari ash-haabu shuffah. Ia berkata, ‘Rasulullah  duduk bersama kami sementara pahaku tersingkap. Lalu beliau bersabda, ‘Tidakkah engkau tahu bahwa paha itu aurat’?” (Shahih lighairihi, HR Abu Dawud [4014]).
Diriwatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Dua jenis manusia penghuni neraka yang tidak pernah aku lihat: seorang yang selalu membawa cemeti seperti ekor sapi lalu melecutkannya kepada orang-orang. Wanita-wanita yang berpakaian tapi bertelanjang, berlenggak-lenggok mengundang perhatian dan menyimpang dari kebenaran. Ia bersanggul seperti punuk unta yang bergoyang ke kanan dan ke kiri. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aromanya. Sesungguhnya aroma surga dapat tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian’,” (HR Muslim [2218]).
Kandungan Bab:
  1. Haram bertelanjang dan membuka aurat. Adapun aurat laki-laki mulai dari pusat hingga lutut dan wanita semua tubuhnya aurat kecuali yang dikecualikan oleh dalil, seperti muka dan telapak tangan walau ada perbedaan pendapat mengenai keshahihan haditsnya. 
  2. Hadits-hadits yang mencantumkan bahwa Nabi pernah mengyingkapkan pahanya sebagaimana hadits Aisyah dan Anas sebenarnya tidak bertentangan dengan bab di atas, sebab para ulama telah mengkompromikan hadits-hadits itu dari beberapa segi:
    1. Menyingkap paha hanya diperbolehkan khusus bagi Nabi. 
    2. Riwayat yang menyebutkan bahwa beliau pernah menyingkap paha hanya mengisahkan waktu itu bukan umum untuk semua waktu.
    3. Ibnu Qayyim dalam kitab Tahdzibuss Sunnan (VI/17) berkata, “Cara mengkompromikan hadits-hadits tersebut ialah sebagaimana yang disebutkan oleh beberapa murid Ahmad dan lain-lain bahwasanya aurat itu ada dua macam, khafifah dan mughalazhah. Aurat mughalazhah adalah qubul dan dubur. Adapun aurat khafifah adalah kedua paha. Tidak ada ada pertentangan antara perintah untuk tidak melihat kedua paha karena itu merupakan aurat, dengan menyingkapnya karena paha adalah aurat mukhafafah. Allahu a’lam.
    Saya katakan, “Mungkin pendapat yang paling dekat adalah perkataan Ibnul Qayyim ini. Hanya saja dibantah dengan pernyataan bawa pada hadits Jarhad diperintahkan untuk menutup paha bukan memalingkan pandangan. Jadi keduanya memiliki perbedaan; dengan menutup paha berarti juga sudah terhindar dari pandangan, sementara dengan memalingkan pandangan tidak berarti menutup paha. Demikian zhahir perkataan Ibnu Qayyim. Oleh karena itu yang diamalkan adalah hadits Jarhad dengan alasan berikut:
    Pertama: Hadits Jarhad adalah hadits qauliyah, sedangkan hadits-hadits yang lain adalah hadits fi’liyah dan qauliyah lebih dikedepankan dari pada fi’liyah.
    Kedua: Hadits Jarhad berisikan larangan dan hadits lain menunjukkan pembolehan dan larangan lebih dikedepankan daripada pembolehan.
    Ketiga: Mengamalkan hadits Jarhad lebih selamat. Oleh karena itu Bukhari di dalam Fathul Baari (I/478) berkata, “Hadits Anas lebih kuat dan hadits Jarhad lebih selamat serta terlepas dari perselisihan para ulama.”
  3. Termasuk telanjang orang yang memakai busana tipis dan ketat yang memperlihatkan dan membentuk lekik-lekuk aurat sebagaimana hadits Abu Hurairah r.a. yang tertera di bahah bab.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/212-214.
Image result for tshirt

Related Posts:

Larangan Melakukan Pemalsuan Pakaian

Diriwayatkan dari Asma’, bahwasanya seorang wanita berkata, 
“Ya Rasulullah, aku memiliki hewan perahan, apakah aku boleh mengambil dari sesuatu yang tidak diberikan suamiku?” 
Beliau bersabda, 
“Seorang yang mengambil sesuatu yang tidak diberikan kepadanya sama seperti seorang yang sedang mengenakan sepasang pakaian palsu,” 
(HR Bukhari [5219] dan Muslim [2130]).
Kandungan Bab: 
  • Seorang yang berhias dengan sesuatu yang bukan miliknya seperti pakaian, perkataan, ilmu dan lain-lain, semua itu adalah perhiasan bathil dan dusta di atas kedustaan. Adapun dusta pertama ialah ia telah melakukan penipuan dan dusta kedua ia mengklaim sesuatu yang sebenarnya bukan miliknya.
  • Termasuk dalam bab ini, seorang yang memakai pakaian zahid, ulama, ahli ibadah atau pakaian mujahid untuk memberikan kesan seolah-olah ia termasuk kalangan mereka padahal sebenarnya tidak.
  • Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/219-220.
Image result for tshirt fake

Related Posts:

Larangan Terhadap Pakaian Syuhrah

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar , ia berkata, 
“Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa sewaktu di dunia memakai pakaian syuhrah maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan di hari kiamat nanti kemudian dalam pakaian tersebut akan dinyalakan api neraka’,” 
(Shahih, HR Abu Dawud [4029] dan Ibnu Majah [3607]).
Diriwayatkan dari Abu Dzar ia berkata, “Rasulullah  bersabda, 
Barangsiapa memakai pakaian syuhrah maka Allah akan berpaling darinya hingga ia menanggalkan pakaian itu’,” 
(Hasan lighairihi, HR Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ [IV/190] dan al-Baihaqi [III/273]).
Kandungan Bab:
  1. Haram hukumnya memakai pakaian syuhrah, yaitu seseorang memakai pakaian yang bertentangan dengan apa yang dipakai masyarakat setempat untuk menarik perhatian dan membuat mereka kagum terhadap pakaian yang ia pakai, baik pakaian mewah maupun pakaian yang jelek.
  2. Pengharaman bukan hanya semata-mata hanya berkaitan dengan pakaian tersebut, tetapi si pemakai bermaksud menjadi terkenal. Jadi hukum berkaitan dengan maksud dan niat. Allahu a’lam.
  3. Termasuk dalam bab ini, pakaian khusus yang dikenakan oleh sebagian kelompok agar di tengah masyarakat mereka dapat dikenal dengan pakain tersebut.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/220-221.
Image result for pakaian Syuhrah

Related Posts:

Larangan Terhadap Wanita yang Menyerupai Laki-Laki dan Laki-Laki yang Menyerupai Wanita

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah  melaknat para laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan wanita yang menyerupai kaum laki-laki,” (HR Bukhari [5885]).
Masih diriwayatkan dari Ibnu Abbas , ia berkata, “Nabi  telah melaknat para banci dan wanita-wanita tomboi, lalu beliau bersabda, “Usir mereka dari rumah kalian’!”
Ibnu Abbas berkata, “Maka Nabi mengeluarkan si fulan dan Umar mengeluarkan si fulanah,” (HR Bukhari [5886]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , ia berkata, “Rasulullah telah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki,” (Shahih, HR Abu Dawud [4098]).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar , ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga dan tidak akan dilihat Allah di hari kiamat kelak: Seorang yang duhaka kepada orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, serta laki-laki dayyuts (tidak memiliki sifat cemburu)’,” (Shahih, HR Ahmad [III/134]).
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah, dikatakan kepada Aisyah , “Ada wanita yang memakai sepatu laki-laki.” Lantas ia berkata, “Rasulullah  melaknat wanita yang menyerupai laki-laki,” (Shahih lighairihi, HR Abu Dawud [4099]).
Termasuk dalam bab ini hadits Abdullah bin Amr dan Ammar bin Yasir.
Kandungan Bab:
  1. Haram hukumnya laki-laki menyerupai kaum wanita dan wanita menyerupai kaum laki-laki, baik dalam pakaian, ucapan dan lain-lain yang merupakan sifat khusus bagi masing-masing jenis.
  2. Boleh melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, para banci dan wanita-wanita tomboi.
  3. Laki-laki wadam dan wanita tomboy bertentangan dengan sifat yang telah diciptakan Allah atas mereka dan usaha merubah ciptaan tersebut hukumnya haram.
    Adz-Dzahabi mencantumkannya dalam ktiab al-Kabaair (dosa-dosa besar), Ibnu Hajar al-Haitsami mencantumkannya dalam kitab az-Zawaajir (perkara-perkara tercela) sebagai dosa-dosa besar. Apa yang mereka katakan adalah benar sebagaimana yang dimaksud dalam hadits bab ini.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/221-223.
Image result for menyerupai

Related Posts:

Larangan Bagi Laki-Laki Memakai dan Duduk di Atas Kain Sutra

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab , bahwasanya Nabi bersabda, “Tidaklah seseorang yang memakai kain sutra di dunia kecuali ia tidak akan memakainya sama sekali di akhirat,”(HR Bukhari [5830] dan Muslim [2069]).
Dalam riwayat lain tertera, “Sesungguhnya yang memakai kain sutra di dunia adalah orang-orang yang tidak akan memakainya diakhirat nanti,” (HR Bukhari [5935] dan Muslim [2068]).
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Laila, ia berkata, “Ketika Hudzaifah berada di kota Mada’in, ia meminta minum. Lalu disuguhkan kepadanya air di cangkir perak. Lantas ia membuangnya dan berkata, ‘Aku tidak membuangkan melainkan karena aku telah melarang kalian menggunakannya namun kalian masih saja menggunakannya. Rasulullah bersabda, ‘Emas, perak, sutra, dan sutra dibaaj untuk mereka orang kafir di dunia dan untuk kalian di akhirat nanti’,” (HR Bukhari [5931] dan Muslim [2067]).
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah saw. mendapat hadiah berupa busana farruj (pakaian luar berbelah belakang) yang terbuah dari sutra. Lalu beliau memakainya dan melaksanakan shalat. Setelah selesai beliau meninggalkan baju tersebut dengan kertas sepertinya beliau tidak suka dengan pakaian tersebut kemudian bersabda, ‘Pakaian ini tidak pantas dipakai oleh orang-orang yang bertakwa’,” (HR Bukhari [5801] dan Muslim [2075]).
Diriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib , ia berkata, “Nabi memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dengan tujuh perkara. Beliau menyuruh kami untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang teraniaya, membenarkan sumpah, menjawab salam dan mengucapkakn tasymit bagi yang bersin. Beliau melarang kami menggunakan bejana perak, cincin emas, kain sutra, sutra dibaaj, kain qasiy dan kain istibraq,” (HR Bukhari [1239] dan Muslim [2066]).
Diriwayatkan dari Abu Umamah , bahwasanya Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka janganlah ia memakai kain sutra dan emas,” (Hasan, HR Ahmad [V/261]).
Kandungan Bab:
  1. Haram memakai kain sutra.
  2. Memakai sutra adalah salah satu sifat orang sombong yang tidak akan mendapat bagian di akhirat kelak. Sebab mereka itu telah memakai semua perhiasan mereka semasa di dunia. Oleh karena itu tidak pantas sutra dipakai oleh orang yang bertakwa.
  3. Barangsiap bersenang-senang dengan berbuat maksiat terhadap Allah maka mereka tidak akan mendapatkan nikmat akhirat.
  4. Pengharaman kain sutra hanya untuk kaum lelaki saja dan halal bagi kaum wanita berdasarkan hadits Ali , ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah  mengambil kain sutra dan meletakkan di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya lalu bersabda, ‘Yang dua ini haram untuk kaum laki-laki dari ummatku’,” (Shahih lighairihi, HR Abu Dawud [4057]).
  5. Larangan duduk di atas kain sutra berdasarkan hadits Hudzaifah , ia berkata, “Nabi melarang kami minum dan makan di bejana-bejana emas dan perak serta melarang kami memakai sutra, sutra dibaaj dan duduk di atasnya,” (HR Bukhari [5837]).Al-Hafidz Ibnu Hajar (X/292) berkata, “Penyebab dilarang duduk di atas kain sutra sama seperti penyebab dilarang memakai kain sutra, yakni apa saja yang terbuat dari sutra murni atau bahan sutra lebih dominan dalam pembuatannya daripada bahan lain.”
  6. Boleh memegang sutra dengan tanpa memakainya, berdasarkan hadits al-Bara’ bin Azib , ia berkata, “Nabi diberi hadiah sehelai kain sutra, lalu kami memegangnya dan merasa kagum dengan kain tersebut. Lalu Nabi bersabda, ‘Apakah kalian merasa kagum dengan kain ini?’ Kami menjawab, ‘Benar wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, ‘Sapu tangan Said bin Mu’adz di surga lebih baik daripada kain ini’,” (HR Bukhari [5836]).Al-Hafidz Ibnu Hajar (X/291) berkata, “Ibnu Bathal berkata, ‘Larangan memakai sutra bukan dikarenakan najis, tetapi dikarenakan pakaian itu bukan pakaian orang-orang bertakwa. Adapun kain itu sendiri suci boleh dipegang, dijual dan boleh juga dimanfaatkan hasil keuntungannya’.”
  7. Hadits Nabi menunjukkan bolehnya menjual dan memanfaatkan hasil keuntungannya.Diriwayatkan dari Ibnu Umar , bahwasanya Umar melihat pakaian sira (pakaian yang ditenun dengan campuran benang sutra) di pintu masjid, lalu ia berkata, “Ya Rasulullah bagaimana kalau pakaian itu Anda beli dan Anda pakai ketika hari Jum’at atau untuk menyambut utusan kenegaraan.” Rasulullah saw. bersabda, ‘Yang memakai pakaian ini adalah orang yang tidak akan mendapatkannya di akhirat nanti.”
    Kemudian datang kiriman untuk Rasulullah beberapa potong pakaian sutra dan beliau berikan sepotong kepada Umar. Umar berkata, “Ya Rasulullah, Anda memakaikanku pakaian ini sementara dulu engkau menolak untuk memakai uthaarid.” Rasulullah menjawab, “Aku tidak memberikan kepadamu untuk kamu pakai.” Lalu Umar memberikan pakaian tersebut kepada saudaranya yang masih musyrik di Makkah,” (HR Bukhari [5841] dan Muslim [2068]).
    Dalam riwayat lain tertera, “Aku mengirimkan pakaian ini kepadamu bukan untuk engkau pakai, tetap aku kirim kepadamu agar kamu dapat membagi-bagikanya untuk kerudung isteri-isterimu.”
    Dalam riwayat lain, “Juallah dan manfaatkan hasilnya untuk keperluanmu.”
    Dalam riwayat lain, “Aku mengirimnya kepadamu agar kamu mendapat uang dari pakaian itu.”
  8. Boleh memakain pakaian sutra bagi yang mengidap penyakit yang dapat diringankan dengan memakai sutra. Rasulullah saw. telah memberi dispensasi kepada az-Zubeir dan Abdurrahman bin Auf memakai sutra karena sakit gatal yang menyerang mereka berdua. (HR Bukhari [5839] dan Muslim [2076]).
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/223-228.
Image result for kain sutra

Related Posts:

Larangan Memakai Busana Berwarna Merah Polos

Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib , “Nabi telah melarang memakai kasur berwarna merah,” (HR Bukhari [5849] dan Muslim [2066]).
Diriwayatkan dari Imran bin Hushain , ia berkata, Rasulullah melarang memakai kasur yang berwarna sangat merah,” (Hasan lighairihi, HR at-Tirmidzi [2788]).
Diriwayatkan dari Ali , ia berkata, “Rasulullah melarang memakai kasur warna sangat merah,” (Shahih, HR Abu Dawud [4050]).
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dari Nabi , “Bahwasanya beliau melarang memakai warna mufaddam,” (Shahih, HR Ibnu Majah [3601]).
Kandungan Bab:
  • Haram hukumnya memakai busana berwarna merah polos. Sebab urjuwan itu adalah warnah merah polos. Demikian juga mufaddam itu warna merah menyala yang tidak mungkin ditambah warna lain karena begitu merahnya.

  • Dikisahkan tentang Rasulullah di dalam hadits al-Bara’, ia berkata, “Bahwasanya Rasulullah dengan perawakan sedang dan sungguh aku melihat beliau memakai pakaian merah yang tiada seorangpun yang melebihi ketampanan beliau,” (HR Bukhari [5848] dan Muslim [2337]). Hanya saja hadits ini bukanlah dalil bolehnya memakai warna merah polos sebagaimana yang telah aku jelaskan dalam kitab Bahjatun Naazhiriin Syarh Risyaadhush Shaalihiin (II/81).
    Ibnu Qayyim berkata dalam Zaadul Ma’aad (I/137), “Dan beliau menggunakan hullah berwarna merah. Hullah ialah kain sarung dan kain panjang. Tidak dikatakan hullah kecuali jika pakaian yang terdiri dari dua helai kain. Dan keliru bagi yang menyangka bahwa beliau memakai warna merah polos yang tidak dicampur warna lain. Sebab hullah merah adalah dua potong kain panjang dibuat di negeri Yaman yang ditenun dengan benang merah dan hitam, sebagaimana halnya semua kain panjang Yaman. Kain ini dikenal dengan nama ini karena pada kain tersebut terdapat garis-garis berwarna merah. Kalu tidak tentunya warna merah polos adalah warna yang sangat beliau larang. Dan membolehkan memakai warna merah baik itu kain katun ataupun wool masih perlu ditinjau kembali. Adapun mengenai kemakruhannya maka itu sangat makruh sekali. Bagaimana mungkin berperasangka terhadap nabi, bahwa beliau mengenakan busana merah polos? Sekali lagi tidak! Allah melindung beliau dari hal itu. Keraguan ini muncul dari lafazh hadits yang menyebutkan hullah merah. Allahu a’lam.
    Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/228-229.
Image result for warna merah

Related Posts: