Larangan Menyerupai Binatang Dalam Shalat

1. Larangan Turun Sujud Seperti Turunnya Onta.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Jika seseorang dari kamu sujud, maka janganlah ia turun sujud sebagaimana mendekamnya onta. Hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya".



[HR Abu Dawud, no. 840; Nasa-i, juz 2 hlm. 207; Ahmad, 2/381; dan lain-lain. Dishahîhkan oleh Imam Nawawi, Zarqani, 'Abdul-Haq al-Isbili, Syaikh Ahmad Syakir, al-Albani, dan Salim al-Hilali, dan lain-lain. Lihat Mausû'ah al-Manâhi asy-Syar'iyyah, 1/517.

Perintah turun sujud dengan mendahulukan kedua tangan ini merupakan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , juga perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar Radhyallahu anhuma :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّهُ كَانَ يَضَعُ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ . وَقَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ ذَلِكَ 

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa ia biasa meletakkan dua tangannya sebelum dua lututnya. Dan ia mengatakan, "Dahulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya".



[HR Bukhari secara mu'allaq, dan diwashalkan oleh Ibnu Khuzaimah, al-Hakim, al-Baihaqi, dan lainnya. Syaikh Salim al-Hilali berkata, "Sanadnya shahîh". Lihat Mausu'ah al-Manahi asy-Syar'iyyah, juz 1 hlm. 517.

Adapun hadits Wail bin Hujr Radhiyallahu anhu yang memberitakan bahwa ia melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun sujud dengan meletakkan dua lututnya sebelum dua tangannya, maka hadits ini dha'if (lemah). Demikian juga anggapan bahwa matan (isi) hadits Abu Hurairah di atas maqlub (terbalik) adalah tidak benar.



[Lihat pembahasan masalah ini dalam Irwaul-Ghalil, karya Syaikh al-Albani, no. 357; Nahyu Shuhbah, karya Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini, dan Mausu'ah al-Manahi asy-Syar'iyyah, juz 1 hlm. 516-520 karya Syaikh Salim al-Hilali.

2. Larangan Menghamparkan Tangan Seperti Binatang Buas.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ وَلَا يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ

Dari Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, "Seimbanglah di dalam sujud, dan janganlah seseorang dari kamu menghamparkan kedua lengannya sebagaimana terhamparnya (kaki) anjing". [HR al-Bukhâri, no. 822, dan Muslim, no. 493].

Hadits ini merupakan dalil larangan menghamparkan dua lengan pada waktu sujud, yaitu meletakkan dua lengan di tanah (lantai atau tempat sujud, Pen). Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan untuk mengangkat dua lengan (ketika sujud), sedangkan yang diletakkan di tanah adalah dua tapak tangannya. Orang yang shalat dilarang melakukan itu, karena keadaan itu adalah keadaan atau sifat orang yang malas. Sementara orang yang sedang shalat dituntut berada dalam keadaan paling bersemangat dan menghindakan diri dari semua keadaan yang menimbulkan kemalasan dalam semua rukun-rukun shalat. Disamping juga, keadaan itu menyerupai binatang buas dan anjing. Adalah suatu yang tidak pantas bagi manusia yang telah dimuliakan dan diutamakan oleh Allâh Azza wa Jalla menyerupai binatang, apalagi dalam keadaan shalat.[Lihat Minhatul-‘Allâm fi Syarh Bulughil-Maram, Ilahyah, 1/30-31, karya Syaikh Dr. Abdullâh al-Fauzan.] 

3. Larangan Menoleh Seperti Musang.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ وَنَهَانِي عَنْ ثَلَاثٍ أَمَرَنِي بِرَكْعَتَيْ الضُّحَى كُلَّ يَوْمٍ وَالْوِتْرِ قَبْلَ النَّوْمِ وَصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَنَهَانِي عَنْ نَقْرَةٍ كَنَقْرَةِ الدِّيكِ وَإِقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الْكَلْبِ وَالْتِفَاتٍ كَالْتِفَاتِ الثَّعْلَبِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku dengan tiga perkara dan melarangku dari tiga perkara. Memerintahkan aku untuk melakukan shalat dhuha dua raka'at setiap hari, witir sebelum tidur, dan puasa tiga hari dari setiap bulan. Melarangku dari mematuk seperti patukan ayam jantan, duduk iq'â seperti duduk iq'â anjing, dan menoleh sebagaimana musang menoleh".



[HR Ahmad, juz 2 hlm. 311, no. 8044; Abu Ya'la, 2619; al-Baihaqi, juz 2, no. 120. Syaikh Salim berkata, "Hasan dengan jalan-jalannya", 527-528.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

لَا يَزَالُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مُقْبِلًا عَلَى الْعَبْدِ وَهُوَ فِي صَلَاتِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ فَإِذَا الْتَفَتَ انْصَرَفَ عَنْهُ

Allâh senantiasa berada di hadapan seorang hamba ketika ia sedang shalat, selama ia tidak menoleh. Jika ia menoleh, maka Allâh berpaling darinya. [HR Abu Dawud, no. 909].

Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata, "Perumpamaan orang yang menoleh di dalam shalatnya dengan pandangan matanya atau hatinya (ialah) seperti seseorang yang dipanggil oleh seorang raja. Raja tersebut mendudukkan orang itu di hadapannya, mulai menyerunya, dan berbicara kepadanya. Namun pada saat itu orang tersebut menoleh ke arah kanan dan kiri dari sang raja. Hatinya juga berpaling dari sang raja, sehingga ia tidak memahami pembicaraan sang raja. Maka apakah perkiraan orang itu terhadap tindakan raja kepadanya. Bukankah tingkatan paling rendah, ia akan meninggalkan sang raja dalam keadaan dimurkai, dijauhkan darinya, dan jatuh martabatnya di hadapan sang raja?"[Al-Wabilush-Shayyib, Darul-Bayan, hlm. 36. Dinukil dari 33 Sabab lil-Khusyu' fish-Shalat, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Munajjid, hlm. 52.] 

Larangan menoleh ini dikecualikan dengan beberapa hal –jika dibutuhkan- seperti melirik dengan tanpa memutar leher, menolehnya imam kepada makmum karena suatu keperluan, dan meludah tiga kali ke arah kiri untuk menolak bisikan setan.[Lihat Mausu'ah al-Manahi asy-Syar'iyyah, 1/528-529.] 

4. Larangan Sujud Dengan Cepat Seperti Ayam Mematuk.

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ الأَشْعَرِيِّ ، أَن ّرَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلا لا يُتِمَّ رُكُوعَهُ يَنْقُرُ فِي سُجُودِهِ وَهُوَ يُصَلِّي ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ مَاتَ هَذَا عَلَى حَالِهِ هَذِهِ مَاتَ عَلَى غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَثَلُ الَّذِي لا يُتِمُّ رُكُوعَهُ ويَنْقُرُ فِي سُجُودِهِ ، مَثَلُ الْجَائِعِ يَأْكُلُ التَّمْرَةَ وَالتَّمْرَتَانِ لا يُغْنِيَانِ عَنْهُ شَيْئًا 

Dari Abu ‘Abdullah al-Asy’ari Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku'nya dan mematuk di dalam sujudnya ketika ia sedang shalat, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika orang ini mati dalam keadaannya ini, maka ia benar-benar mati tidak di atas agama Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ," lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan ruku'nya dan mematuk di dalam sujudnya, (ialah) seperti orang lapar makan satu biji kurma, padahal dua biji kurma saja tidak bisa mencukupinya”. 

Abu Shâlih (seorang perawi di dalam sanad hadits ini) berkata, "Aku bertanya kepada Abu Abdullâh, 'Siapakah yang telah menceritakan hadits ini kepadamu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Dia menjawab, “Para komandan tentara, ‘Amru bin al-‘Ash, Khalid bin Walid, dan Syurahbil bin Hasanah; mereka semua telah mendengarnya dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”.



[HR Thabrani dalam Mu'jamul-Kabir, juz 4 hlm. 158, no. 3748. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jami', no. 5492.

5. Larangan Duduk Iq'a Seperti Binatang Buas.
Dalil larangan ini ialah hadits yang telah disebutkan di atas (point ke tiga), dan iq'a ini juga disebut dengan 'uqbatusy-syaithan.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ 

Dari 'Aisyah, ia berkata, "Dan beliau (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) melarang 'uqbatusy-syaithan, juga melarang seseorang menghamparkan kedua lengannya seperti terhamparnya kaki binatang buas". [HR Muslim, no. 498].

Duduk iq'â dalam shalat itu ada dua macam : 
Pertama : iq'â yang terlarang. Yaitu cara duduk seperti binatang buas, kera atau anjing. Cara duduk ini ialah dengan menegakkan kedua betis, menempelkan pantat ke tanah (lantai) dan meletakkan kedua tangan di tanah (lantai). 

Kedua : iq'a yang boleh. Yaitu meletakkan pantat di atas dua tumit pada waktu duduk di antara dua sujud. Hal ini disebutkan di dalam beberapa hadits.[ Lihat Mausu'ah al-Manahi asy-Syar'iyyah, 1/529-532.] 

6. Larangan Menggerakkan Tangan Ketika Salam Seperti Ekor Kuda.

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنَّا إِذَا سَلَّمْنَا قُلْنَا بِأَيْدِينَا السَّلَامُ عَلَيْكُمْ , السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَنَظَرَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا شَأْنُكُمْ تُشِيرُونَ بِأَيْدِيكُمْ كَأَنَّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمْسٍ إِذَا سَلَّمَ أَحَدُكُمْ فَلْيَلْتَفِتْ إِلَى صَاحِبِهِ وَلَا يُومِئْ بِيَدِهِ

Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Aku shalat bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kami dahulu jika salam (dari shalat), kami mengisyaratkan dengan tangan kami 'as-salaamu 'alaikum, as-salaamu 'alaikum,' kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kami, lalu beliau bersabda, 'Mengapa engkau memberi isyarat dengan tanganmu, seolah-olah ekor-ekor kuda yang tidak tenang ? Jika seseorang dari kamu salam (dari shalatnya), hendaklah ia menoleh kepada saudaranya, dan janganlah ia memberikan isyarat dengan tangannya'." [HR Muslim, no. 431, dan lain-lain].

Related Posts:

0 Response to "Larangan Menyerupai Binatang Dalam Shalat"

Post a Comment