Larangan Keluar dari Jama’ah dan Membatalkan Bai’at

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata, 

“Barangsiapa melihat sesuatu yagn tidak ia sukai dari amirnya maka hendaknya ia bersabar. Sebab barangsiapa yang keluar dari jama’ah walaupun hanya sejengkal latias ia mati maka matinya mati jahiliyyah,” 

(HR Bukhori [7054] dan Muslim [1849]).   

Diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit ia berkata, “Kami telah membai’at Rasulullah agar senantiasa mendengar dan taat baik ketika lapang maupun sempit, ketika sulit maupun mudah, dan lebih mendahulukan beliau daripada diri kami sendiri dan kami tidak diperbolehkan menggugat penguasa yang sah, kecuali jika kau lihat pada dirinya terdapat kekufuran yang jelas dan engkau memiliki hujjah yang nyata dari Allah,” 

(HR Bukhari [7056] dan Muslim [1709]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi beliau bersabda, 

Barangsiapa keluar dari ketaatan dan menyempal dari jama’ah lalu mati maka matinya mati jahiliyyah. Barangsiapa berperang di bawah panji tidak jelas, membenci atas dasar fanatisme golongan atau ia mengajak untuk bersikap fanatik terhadap golongan atau membela atas dasar fanatisme golongan, lalu ia terbunuh maka matinya mati jahiliyyah. Barangsiapa menentang dan membrontak terhadap penguasa yang baik dari ummatku atau penguasa yang jahat tanpa peduli terhadap orang mukmin dan tidak perlu mematuhi perjanjian yang telah ia buat dengan seseorang, maka ia tidak termasuk golonganku dan aku tidak termasuk golongannya,” 

(HR Muslim [1848]).


Diriwayatkan dari Nafi’, ia berkata, “Abdullah bin Umar mendatangi Abdullah bin Muthi’ tentang perkara orang-orang hurrah (khawarij) yang terjadi pada zaman pemerintahan Yazid bin Muawiyyah. Abdullah bin Muthi’ berkata, ‘Berikan bantal kepada Abu Abdurrahman.’ Abdullah bin Umar berkata, ‘Aku datang kemari bukan untuk duduk, tetapi aku datang kemari untuk menyampaikan hadits Rasulullah saw. yang pernah aku dengar dari beliau, aku mendengar Rasulullah bersabda, 
‘Barangsiapa mencabut ketaatannya (terhadap penguasa) maka ia akan menemui Allah tanpa membawa hujjah dan barangsiapa mati sementara di lehernya tidak terdapat bai’at maka matinya mati jahiliyyah’,” 
(HR Muslim [1851]).
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, “Bahwasanya Rasulullah  pernah bersabda,
“Akan muncul para penguasa, kalian ketahui dan kalian ingkari. Barangsiapa mengetahui dan membenci perbuatan penguasa maka ia terlepas dari perbuatan dosa. Barangsiapa mengingkari mereka maka ia akan selamat. Tetapi yang berdosa adalah orang yang rela mengikuti mereka.’ Para sahabat bertanya, ‘Apakah kami boleh memerangi mereka?’ Beliau menjawab, ‘Tidak boleh selama mereka masih mengerjakan shalat’.” 
(HR Muslim [1854]).
Diriwayatkan dari Auf bin Malik , dari Rasulullah beliau bersabda, 
Sebaik-baik pemimpin kamu adalah pemimpin yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. Kalian memohonkan ampun untuk mereka dan mereka memohonkan ampun untuk kalian. Sejelek-jelek pemimpin adalah pemimpian yang kalian benci dan mereka membenci kalian, kalain melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.” Para sahabat bertanya, “Apakah kami perangi mereka dengan pedang, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jangan, selamat mereka masih mengimami shalat kalian. Apabila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari penguasa maka bencilah perbutannya dan jangan kalian mencabut ketaatan darinya,” 
(HR Muslim [1855]).
Diriwayatkan dari Muawiyah , ia berkata, “Rasulullah  pernah bersabda,
‘Barangsiapa meninggal dalam keadaan tidak memiliki imam maka matinya mati jahiliyyah’,” 
(Shahih lighairihi, HR Ahmad [IV/96] dan Ibnu Hibban [4573]).
Kandungan Bab:
  1. Sangat diharamkan memisahkan diri dari jama’ah kaum muslimin dan memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin serta membatalkan bai’at yang telah diberikan.
  2. Jama’ah yang diharamkah keluar darinya adalah a) Jama’ah kaum muslimin dan imam mereka, berdasarkan sabda Rasulullah yang tercantum dalam hadits Hudzaifah,“Tetaplah di dalam jama’ah kaum muslimin dan imam mereka,” (HR Bukhari dan Muslim). Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Baari (XIII/37) dari ath-Thabari berkata, “Para ulama berselisih pendapat tentang masalah ini dan tentang makna jama’ah. Sebagian berpendapat, ‘Perintah ini hukumnya wajib dan yang dimaksud jama’ah adalah sawadul a’zham.’ Sebagian lain mengatakan, ‘Maksud jama’ah adalah jama’ah para sahabat bukan generasi yang datang setelah mereka.’ Sekelompok lagi mengatakan, ‘Maksud jama’ah adalah para ulama karena Allah menjadikan mereka sebagai hujjah untuk sekalian makhluk dan manusi mengikuti mereka dalam masalah agama.’ Yang benar, maksud dari jama’ah yang tercantum dalam hadits luzuumu jama’ah adalah seorang pemimpin yang disepakati oleh sekalian kaum muslimin untuk mentaatinya. Barangsiapa mencabut bai’atnya berarti ia telah keluar dari jama’ah.” Di dalam hadits ini juga mengandung makna apabila ummat manusia tidak memiliki seorang imam dan saling berkelompok-kelompok maka jangan ikuti satupun dari kelompok itu dan berusaha untuk menjauhkan diri kelompok-kelompok tersebut karena khawatir akan terperosok ke dalam kejelekan. Dengan cara ini semua hadits-hadits di atas dapat dikompromikan dan dapat menyatukan seluruh perbedaan pendapat yang ada. b) Jika kaum muslimin tidak memiliki jama’ah dan imam maka hendaklah anda menjauhkan diri dari semua kelompok bid’ah. Hanya saja seorang muslim harus berpegang dengan prinsip-prinsip al-firqatun naajiyah dan ath-thaifatul manshurah, sebab keduanya adalah jama’ah berdasarkan hadits Anas bin Malik , tentang hadits iftiraq. Dari Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 71 golongan dan ummatku akan terpecah menjadi 72 golongan, semuanya di dalam neraka kecuali satu,  yaitu jama’ah,” (Hadits shahih). c) Dengan demikian jangan mengikuti salah satu firqah dan kelompok sempalan itu, tetapi ia harus berpegang teguh dengan pedoman yang dipegang Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Karena pada saat seperti ini jama’ah adalah berupa manhaj dan jalan hidup. Ibnu Hibban berkata dalam kitab Shahihnya (XIV/126), “Perintah untuk berjama’ah merupakan lafadz umum namun maksudnya adalah sesuatu yang khusus. Sebab maksud jama’ah adalah perkumpulan sahabat-sahabat Rasulullah saw. Barangsiapa berpegang dengan apa yang dipegang oleh sahabat dan menjauhkan diri dari kelompok sesudah mereka maka ia tidak dikatakan menyelisi dan menyempal dari jama’ah. Dan barangsiapa menjauh dari jama’ah para sahabat dan mengikuti orang-orang setelah sahabat berarti ia telah menyempal dari jama’ah sahabat. Dengan demikian jama’ah setelah sahabat adalah mereka yang memiliki agama, akal dan ilmu sesuai dengan sahabat dan tidak memperturutkan hawa nafsu mereka walaupun jumlah mereka sangat sedikit. Jadi bukan sekumpulan orang-orang awam dan jahil walaupun jumlah mereka banyak.” Ibnu Hibban rahimahullah juga berkata di dalam kitabShahihnya (X/434), “Sabda Rasulullah saw. ‘…matinya mati jahiliyyah.‘ Artinya barangsiapa yang mati dan tidak punya keyakinan adanya seorang imam yang mengajak manusia untuk mentaati Allah sehingga imam tersebut menjadi penegak urusan Islam ketika terjadi masalah dan perkara justru ia mengikat diri kepada orang yagn tidak seperti itu sifatnya, maka matinya mati jahiliyyah.” Ia juga berkata, “Zhahir hadits bahwa barangsiapa meninggal sementara ia tidak memiliki seorang imam, maksudnya adalah Nabi saw. maka matinya mati jahiliyyah. Sebab imam ummat manusia di dunia adalah Rasulullah saw. Barangsiapa yang tidak mengimani kepemimpinan beliau atau meyakini kepemimpinan selain beliau, lebih mendahulukan pendapatnya daripada sabda beliau, lalu ia meninggal maka matinya mati jahiliyyah.” Saya katakan, inilah makna yang diisyaratkan oleh Abdullah bin Mas’ud , ketika ia berkata, “Jama’ah adalah sesuatu yang sesuai dengan kebenaran walaupun kamu sendirian.” Saya telah  membahas secara panjang lebar mengenai wajibnya berpegang dengan manhaj salafush shalih dari kalangan para sahabat , dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik dari kalangan ahli ilmi dan iman dalam kitabku yang berjudul “Dar’ul Irtiyaah ‘an Hadits Maa Ana ‘Alaihi wa Ashaabi” dan kitabku yang berjudul“Limadzakhtartu Manhaj Salaf?
  3. Sebagian jama’ah-jama’ah Islam memahami bahwa hadits-hadits di atas sesuai dengan apa yang mereka lakukan, dan mengira inilah jama’ah yang wajib bagi seluruh kaum muslimin untuk bergabung di bawah panji-panjinya dan memberikan bai’at kepada pendirinya yang mereka sebut dengan istilah imam. Jelas itu semua bertentangan dengan kaidah Islam sebagaimana yang telah aku jelaskan dalam kitabku al-Jama’atul Islamiyyah fi Dhau’il Qur’an was sunnah wa Fahmi as-Salafush ash-Shalih.
  4. Tidak boleh memberontak kepada para penguasa walaupun mereka berbuat jahat dan zhalim. Ini merupakn kesepakatan ahli sunnah dan mayoritas ulama hadits.
  5. Penguasa yang bertindak jahat adalah penguasa yang dibenci perbuatan dan tindakan mereka. Mereka itu diperintahkan untuk berbuat baik dan dilarang berbuat mungkar serta tidak perlu ditaati jika mereka memerintahkan untuk berbuat maksiat. Seorang hamba muslim senantiasa memberikan hak mereka dan meminta haknya kepada Allah serta tidak mengacungkan pedang. Karena dapat menimbulkan fitnah, pertumpahan darah, mengoyahkan kehormatan dan menimbulkan berbagai kebinasaan yang tidak diketahui kecuali hanya ALlah Ta’ala.
Untuk masalah ini, ada beberapa perincian dan furu’ yang dapat dibaca pada kitab-kitab besar yang ditulis oleh para ulama salafush shalih.   Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atauEnsiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/520-528

Related Posts:

0 Response to "Larangan Keluar dari Jama’ah dan Membatalkan Bai’at"

Post a Comment